GETTING MY REFORMASI INTELIJEN TO WORK

Getting My reformasi intelijen To Work

Getting My reformasi intelijen To Work

Blog Article

Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan kemudian Joko Widodo, perubahan corak politik luar negeri Indonesia juga dipengaruhi oleh isu-isu yang berkembang dan juga dialami oleh negara Indonesia, baik isu atau masalah tersebut berasal dari dalam negeri seperti isu mengenai Hak Asasi Manusia, isu referendum, isu ekonomi maupun politik maupun isu atau masalah yang berasal dari luar negeri dan juga dunia internasional seperti contohnya isu mengenai konflik ataupun perang, isu terorisme dan juga perdamaian dunia. Kerjasama Jepang dan Indonesia di era reformasi menunjukkan bahwa kedua negara sudah memiliki rasa saling percaya dan keakraban. Selain itu peluang kerjasama pun menjadi semakin luas, tidak hanya terbatas pada bisnis dan ekonomi, Jepang juga memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan bekerjasama dalam sektor energi, pertahanan dan keamanan, politik, budaya pop, teknologi, dan lain-lain. Dengan begitu Jepang mendapatkan popularitas di tanah air Indonesia sebagai negara maju yang berpartner dengan Indonesia, bukan lagi sebagai penjahat perang seperti pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Soeharto, who really recognized the necessity of the intelligence perform and the necessity to move immediately, formed the Satuan Tugas Intelijen

Tapi apa yang bisa kita rasakan dan kita lihat dari hasil reformasi ini? Reformasi yang telah berjalan enam belas tahun ini semula bertujuan menegakkan demokrasi dan HAM, kini kita lihat hasilnya.

Oleh sebab itu jika karakter intelijen yang independen dirusak oleh kepentingan politik, maka Indonesia kehilangan imunitas terhadap kerawanan dan ancaman yang semakin kompleks.

Secara etimologis, otonomi daerah merupakan serapan bahasa asing yaitu berasal dari bahasa Yunani. Car artinya ‘sendiri’ dan namous berarti ‘hukum’. Berarti otonomi daerah adalah kawasan yang memiliki hukum tersendiri. Kemudia pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), otonomi daerah adalah diberi pengertian sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah seluas-luasnya merupakan istilah yang sering disuarakan oleh banyak orang terutama para akademisi. Otonomi daerah bukan hal baru bagi Indonesia. Jika melihat catatan sejarah, dapat terlihat perjalanan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang otonomi daerah dari masa kolonial Belanda hingga Indonesia merdeka. Menurut Amrin Banjarnahor (2013), kolonial Belanda memberikan wewenang pada beberapa daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, terutama untuk daerah-daerah jajahan di Pulau Jawa.

Hal ini mengharuskan untuk memperbaiki proses rekrutmen dan penempatan personel, serta hingga transformasi budaya intelijen agar lebih profesional. Selain itu, juga penting untuk memperkuat mekanisme pengawasan terhadap lembaga intelijen.

Japanese Era Propelled by acquisitive motive for war materials the Japanese entered Indonesia somewhat simple due to their capacity to fit in While using the political craze of some time. Introducing themselves as “the leader, protector, light of Asia” and “older brother”, the Japanese’s accurate legacy was the development of opportunities for indigenous Indonesians to engage in politics, administration, as well as military.

Apabila menelisik ancaman keamanan nasional yang disampaikan oleh FBI dalam situs resminya, dapat disimpulkan terdapat intelijen indonesia relevansi untuk melibatkan lembaga intelijen. Akan tetapi keputusan untuk melibatkan BIN untuk terjun langsung melakukan vaksinasi kepada masyarakat rasanya kurang cocok bila dikatakan sebagai usaha menjaga keamanan strategis.

, Indonesia masih memiliki banyak sasaran yang bisa menjadi simbol dari eksistensi asing/barat. Kedua

Bagaimana merombak sistem yang sudah 1500 tahun, mengubah hati orang yang sudah menerima segala pikiran yang salah dan jauh dari Tuhan? Tidak ada yang bisa melakukannya kecuali pekerjaan Roh Kudus.

Intelijen di period awal kemerdekaan memang terjadi militerisasi mengingat ancaman saat itu adalah ancaman perang dari luar selain ancaman disintegrasi dari dalam.

Berbagai kasus dugaan politisasi intelijen, penyalahgunaan intelijen, hingga inefektivitas intelijen masih mendapatkan respons pengawasan yang minim yang selama ini menjadi penghambat berjalannya agenda reformasi intelijen.

Ketidaktegasan dan deferensiasi tugas dan wewenang di antara komunitas intelijen tersebut menimbulkan konflik kepentingan yang mengarah pada tindakan kekerasan antara sesama lembaga.

Period orde baru meninggalkan legacy intelijen, dengan stigma sebagai alat represif penguasa terhadap kelompok oposisi dan menyebar teror untuk menciptakan rasa takut publik. Kekuasaan orde baru, telah memfasilitasi kewenangan intelijen tanpa batas.

Report this page